Beranda | Artikel
Menasehati Orang Tua?
Minggu, 22 April 2018

MENASEHATI ORANG TUA?

Pertanyaan.
Allâh Azza wa Jalla memerintahkan kepada para hamba-Nya yang beriman untuk amar ma’ruf dan nahi mungkar. Pertanyaannya, apakah kita boleh menasehati kedua orang tua kita, jika mereka terjatuh dalam sebuah kesalahan? Apakah itu tidak termasuk perbuatan durhaka? Mohon penjelasan! Jazakumullah khairan

Syaikh Shalih Fauzan menjawab[1]:
Alhamdulillah, saudara benar. Allâh Azza wa Jalla memerintahkan kita amar ma’ruf dan nahi mungkar (menyuruh orang untuk melakukan kebaikan dan mencegah dari kemungkar) sesuai dengan kemampuan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ

Barangsiapa diantara kalian yang melihat kemungkaran, maka hendaklah dia merubahnya dengan tangannya. Jika dia tidak bisa merubah dengan tangannya, maka degan lisannya; Jika tidak bisa juga dengan lisan, maka dengan hati dan itu adalah selemah-lemahnya iman.

Dalam riwayat lain:

ولَيْسَ وَرَاءَ ذَلِكَ مِنَ الإِيْمَانِ حَبَّةَ خَرْدَلٍ

Tidak ada lagi setelah itu keimanan meskipun hanya sebesar biji sawi.[2]

Dalam masalah ini, kedua orang tua atau yang lainnya sama. Kedua orang tua juga wajib diingkari jika mereka melakukan kesalahan; Mereka harus dinasehati. Dan ini termasuk perbuatan bakti  yang paling baik. Ini tidak termasuk perbuatan durhaka, sebagaimana yang dikira oleh penannya. Bahkan ini termasuk perbuatan bakti, karena saudara ketika melakukan itu berkeinginan agar kedua orang tua saudara selamat dari api neraka. Cobalah dengarkan apa yang disampaikan oleh Nabi Ibrahim Alaihis Salam saat menasehati orang tuanya:

يَا أَبَتِ إِنِّي قَدْ جَاءَنِي مِنَ الْعِلْمِ مَا لَمْ يَأْتِكَ فَاتَّبِعْنِي أَهْدِكَ صِرَاطًا سَوِيًّا ﴿٤٣﴾ يَا أَبَتِ لَا تَعْبُدِ الشَّيْطَانَ ۖ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلرَّحْمَٰنِ عَصِيًّا﴿٤٤﴾يَا أَبَتِ إِنِّي أَخَافُ أَنْ يَمَسَّكَ عَذَابٌ مِنَ الرَّحْمَٰنِ فَتَكُونَ لِلشَّيْطَانِ

Wahai bapakku! Sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku! Niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku! Janganlah kamu menyembah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu durhaka kepada Rabb yang Maha Pemurah. Wahai bapakku! Sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa adzab dari Rabb yang Maha pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi syaitan. [Maryam/19:43-45]

Dalam ayat di atas disebutkan bahwa Nabi Ibrahim q menasehati bapaknya dan mengajaknya untuk beribadah hanya kepada Allâh Azza wa Jalla serta berusaha menyelamatkannya dari siksa api neraka.

Ini menunjukkan bahwa menasehati kedua orang tua termasuk kewajiban yang paling wajib. Perbuatan ini termasuk perbuatan bakti, bahkan termasuk perbuatan bakti yan terbaik.

Akan tetapi untuk menjadi perhatian, nasehat itu harus dilakukan dengan cara yang hikmah, dengan menggunakan bahasa yang lembut.

Hendaklah saat saudara menasehati orang tua dengan cara yang paling lembut, semoga Allâh Azza wa Jalla memberikan hidayah kepada kedua orang tua kita.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XX/1437H/2017M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] Majmu’ Fatawa Syaikh Shalih Fauzan, 1/588
[2] HR. Muslim, no. 49


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/8904-menasehati-orang-tua.html